Pengorbananku

Hari ini adalah hari yang mendebarkan bagi Devi.

"NAH! Sampai." Jo turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Devi. Ia menggandeng tangan Devi yang masih tampak kebingungan. "Kamu rapihin ya rambutnya, kan udah panjang banget sayang. Biar semakin cantik, aku makin sayang!" kemudian Jo mengecup dahi Devi.

Mereka masuk ke sebuah salon & spa yang bertempat di kompleks ruko. Salon & spa yang besar dan terlihat bersih serta mewah. Jo menyuruhk Devi untuk duduk di sofa tunggu. Sementara Jo menghampiri meja resepsionis yang letaknya agak jauh dari tempat Devi duduk. Setelah Jo mengobrol dengan Mbak resepsionis, Devi dipanggil untuk mengikuti Mbak cantik yang merupakan karyawan salon.

"Sayang, ini aku ngerapihin doang kan?" Devi berbisik.
"Iya sayang, kamu santai aja yaa..."

Setelah rambut Devi dicuci, Mbak cantik yang ternyata bernama Nadia mempersilahkan Devi untuk duduk di kursi eksekusi. Devi menatap wajahnya di cermin, Namun ditengah-tengah pandangannya, tiba-tiba Mbak Nadia memutar kursi eksekusi sehingga kini yang ada di hadapan Devi hanyalah tembok dengan wallpaper bunga dan ornamen. Badan Devi telah dibaluti handuk dan cap. Mbak Nadia mengengok ke arah Jo, seketika Jo menganggukkan kepalanya.

Mbak Nadia menyisir dan membelah rambut Devi menjadi beberapa bagian, kemudian menjepitnya. 
"Mbak, dirapihin aja ya layernya, 3 cm aja mbak motongnya" Devi memberi aba-aba kepada Mbak Nadia. Namun rupanya Mbak Nadia telah diberi aba-aba terlebih dahulu oleh Jo, dan terpaksa harus melakukannya.

Mbak Nadia mulai menggunting rambut bagian belakang. Disisakannya rambut Devi hanya sebahu saja. Jo tetap duduk disamping Devi sambil mematut-matut pekerjaan Mbak Nadia. Devi belum menyadari apa yang terjadi pada rambutnya, bahkan ketika rambut bagian sampingnya dipotong. Menurut perkiraan Devi bagian depan kiri dan kanan memang jatuhnya sebahu. Karena ia meminta model layernya dirapihkan 3 cm. Devi asyik bermain game di ipadnya, sementara Jo juga asyik memperhatikan setiap potongan rambut Devi yang jatuh ke lantai.

"Nah, sudah selesai." Mbak Devi telah menyelesaikan pemotongan rambut di balik sebuah misi tersebut. Ia memutar kursi eksekusi kembali seperti semula menghadap ke cermin.

"LOH??? Kok pendek rata begini mbak? Kan tadi saya bilang dirapihin aja layernya?!" Devi terkejut Dan sedikit ngomel.
"Maaf, mbak. Saya hanya melakukan perintah dari Mas ini. Maaf mbak..." Mbak Nadia terlihat ketakutan.
"Iya sayang, aku yang minta kok. Mbak, ini model bob nya masih kurang pendek. Tolong dipendekin lagi  seleher aja mbak." Jo mengutarakan keinginannya.
"Nggak! Kamu apaan sih sayang, aku ngga mau. Udah cukup segini aja." Devi memberontak.
"Kamu diem ya, nurut sama aku sayang! Percaya deh kamu akan sangat cantik dengan rambut pendek seperti yang aku mau. Udah, mbak! Lakukan saja apa yang aku bilang tadi."

Mbak Nadia mulai memotong kembali rambut Devi dari sebahi menjadi seleher. Seperti tadi, dimulai dari bagian belakang. Helai demi helai berjatuhan di lantai. Mbak Nadia nampak cekatan membuat model bob pendek untuk rambut Devi yang sedang dieksekusi ini. Sebentar saja rambut Devi sudah sempurna pendeknya, seleher yang setara dengan dagunya.


"Oh,iya mbak! Belakangnya yang bagian dalam di cukur habis aja. Tapi luarnya jangan, jadi botaknya masih bisa ketutup sama rambut luarnya." Jo kembali memberi perintah.
Mata Devi mulai berkaca-kaca. Ia ingin memberontak, tapi dirinya masih menghargai Jo, ia tak ingin membuat keributan yang memalukan di dalam salon.

Mbak Nadia menpit rambut belakang bagian luar, mengambil clipper. Dan.... Tersengar suara dengungan khas clipper yang siap menempel di kulit kepala Devi.
"Siap ya mbak? Jangan bergerak ya.." Mbak Nadia mengingatkan.
Devi hanya diam dan mulai menitikan airmata, seraya clipper yang mulai menyentuh tengkuknya bergerak keatas, kemudian pindah ke sisi lain, dan bergerak lagi keatas, begitu seterusnya berulang-ulang. Dirasakannya getaran yang membuatnya geli bermain-main di kepalanya. Lima menit saja, Bagian belakang sudah gundul.
"Mbak coba tolong di kerik ya botaknya,biar bener-bener licin."

Mbak Nadia mengambil foam dan pisau cukur. Kemudian tiba-tiba saja Jo merampasnya karena ia ingin dirinya saja yang mengerik bagian botak yang ada di kepala kekasihnya.

"Diem ya sayang, jangan bergerak. Aku mau kerik bagian ini dulu, diem ya.." Jo mengingatkan kekasihnya agar tak bergerak.
Jo mengoleskan cream cukur di bagian yang akan ia kerik. Kemudian langsung mengeriknya dengan pisau cukur. Dengan sangat telaten, Jo membabat habis bagian belakang kepala Devi. Kini rambut botak yang tadi masih tersisa beberapa mili, sudah habis bersih dan licin. Benar-benar licin.

Setelah puas Jo mengeksekusi rambut Devi, Mbak Nadia membuka jepitan yang memisahkan rambut belakang bagian luar. Lalu menge - blow rambut baru Devi. Begitu di blow, rambutnya jadi naik sedikit, kira-kira 1cm. Dan mebuat bagian plontosnya terlihat sedikit.

Jo membayar tagihannya, kemudian menghapiri Devi dan merangkulnya. Mereka segera masuk ke dalam mobil. Jo tak henti-henti memandangi Devi yang kini telah menjadi wanita idolanya.
"Makasih ya sayang, kamu bersedia melakukan ini untuk aku. Aku sayaang banget sama kamu. Kamu cantik sekali sayang." Jo mengecup dahi Devi dengan lembut.
"Iya sayang, tapi lihat nih bagian belakannya kelihatan botak huhuhu" Devi memegangi bagian belakang kepalanya yang botak.
 "Nggak apa-apa sayang, kamu kelihatan sangat cantik kok sekarang. Aku suka banget, pokoknya selama masih terlihat, kamu harus rutin aja ngerik bagian botaknya, biar nggak terlihat aneh. Nanti aku kerikin sayang, tenang saja ya"
Jo mengelus-elus rambut baru Devi, dan jemarinya berpindah ke bagian belakang. Meraba kulit kepala Devi yang kinclong habis digunduli.
"Ahhh... Geli sayang, jangan!" Devi meronta.
"Ssssttt.... Diem, sayang! Aku mau pegang, enak." Jo mencoba membujuk.
"Udah sayaaang, geli!"
"Uuuu.... sayang, tahan ya. Tahan, sayang.." Jo tak memperdulikan kekasihnya yang kegelian, ia terus mengelus-elus bagian botak di kepala Devi.
 "Mulai sekarang kamu rambutnya kayak gini aja ya, sayang. Jangan dipanjang-panjangin lagi. Model ini udah pas banget buat kamu."
"Ihhh mana bisa begitu sayang" Devi protes.
"Bisa dong sayang. Panjang dikit-potong-panjang dikit-potong. Tumbuh dikit-kerik-tumbuh dikit-kerik. Gitu sayang. Kamu mau kan?" Jo menjelaskan permintaan paksaannya.
"Hhhh... Iya iya sayang. Aku mau. Apapun untukmu selagi aku mampu, aku bersedia."

Ini pengorbananku. Setahun kemarin Jo sudah membiarkanku memanjangkan rambut. Dan kini aku harus kembali ke rutinitas dulu, dimana dalam sebulan aku bisa dibawa ke salon dua kali untuk potong rambut. Dan modelnya bukan aku yang menentukan, melainkan Jo kekasihku. Aku harus diam dan pasrah, karena ini janjiku. Untuk memenuhi segala hasratnya untuk rambutku. Mungkin beberapa hari lagi bagian botak di rambutku akan mulai tumbuh, dan beberapa hari sekali pasti dia akan mengerik rambutku secara paksa, tak ada negosiasi. Ya... tak apa lah, toh Jo sudah berkehendak. Nanti saat kami menikah, hal pertama yang akan dia lakukan saat malam pertama adalah: menggunduli seluruh rambutku dan mengeriknya hingga licin, dengan cara yang tidak aku duga. Entah dengan cara apa. Jadi hari ini adalah hari sedikit pembelajaran untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar